Bom Madinah Ditengarai Ada Indikasi memanasnya Politik di Arab Saudi
Setidaknya tiga bom meledak di tiga titik tidak sama di Arab Saudi, awal pekan ini. Bahkan, salah satu bom bunuh diri meledak di area parkiran mobil tidak jauh dari Masjib Nabawi, Madinah.
Menurut Direktur Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia (UI), Abdul Muta'ali, insiden bom di Madinah ini tidak terlepas dari kebijakan politik pemerintah Arab Saudi. Kebijakan itu merupakan keterlibatan dan operasi militer yang diperbuat Arab Saudi di sejumlah daerah yang tengah mengalami konflik. Semacam dalam permasalahan Pemberontak Houthi di Yaman, dan konflik Suriah, dan Mesir.
Permasalahan-permasalahan inilah, Abdul berbicara menjadi pekerjaan rumah besar yang belum diberakhirkan oleh pemerintah Arab Saudi. Tidak hanya itu, timbulnya insiden bom bunuh diri Madinah juga dianggap sebagai respons kepada kebijakan pemerintah Arab Saudi di tiga negara itu.
"Nyaris perhatian dan tenaga pemerintah Saudi lumayan terkuras, bukan hanya politik tapi juga cadangan APBN negeri Haramain tersebut. Lumayan dimungkinkan bom Madinah merupakan sinyalemen politik sebagai respons kepada operasi Saudi ke tiga negara tersebut," tutur Abdul di Jakarta, Kamis (7/7).
Atas dasar ini, dirinya berbicara indikasi pelaku bom bunuh diri berasal dari kelompok berideologi Syiah belum dapat diterima. Kendati begitu, otoritas di tiga negara tersebut wajib membuktikan ketidakterlibatannya dalam aksi bom bunuh diri di Madinah tersebut.
Sementara untuk kondisi dalam negeri, pemerintah Arab Saudi diinginkan dapat memastikan keamanan dan wajib steril dari ancaman tindakan-tindakan teroris, semacam upaya bom bunuh diri yang terjadi di Madinah. "Saudi, dengan segala keadaannya, wajiblah dapat aman dan steril dari ancaman, sebab ada Makkah dan Madinah yang disucikan. Sama halnya semacam Vatikan, yang dimuliakan oleh penganut Katolik," katanya.